Kamis, 24 Oktober 2013

PROSES PERAWATAN PASIEN RISIKO INFEKSI

BAB 1
PENDAHULUAN

A.         LATAR BELAKANG
Infeksi adalah masuknya patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005), sedangkan risiko infeksi merupakan individu yang berpotensi mendapatkan suatu infeksi tertentu dapat dikarenakan faktor keturunan atau karena penyebab tertentu, namun belum muncul tanda dan gejala dari individu tersebut. Pada penyakit infeksi dikenal adanya rantai penularan (chain of transmission) yaitu proses berpindah atau menyebarnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu (calon penderita) melalui mekanisme penularan.
Rantai penularan dapat diputuskan dengan mengenal dan mengetahui sumber penularan serta mekanisme penularan, sehingga penularan tidak terjadi. Rantai penularan terdiri dari agen infeksius, reservoar, portal keluar, cara menular, portal masuk dan pejamu yang rentan. Dengan mengenal unsur – unsur yang berpengaruh atas terjadinya penularan, maka dapat disusun sebuah tindakan atau langkah – langkah untuk memutus rantai penularan, agar tidak terjadi infeksi nosokomial.
Sebagaimana dalam kasus yaitu seorang anak laki – laki, umur 11 tahun dengan diagnosa paska laparatomi eksplorasi akibat apendiksitis perforasi dengan keluhan utama badan terasa hangat dan nyeri pada luka insisi dapat didiagnosa sebagai risiko infeksi.

B.         RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja faktor penyebab terjadinya infeksi ?
2.      Apa saja tanda-tanda terjadinya infeksi ?
3.      Seperti apa pathways ?
4.      Bagaimana cara memutus rantai infeksi ?
5.      Asuhan keperawatan seperti apa yang dapat dibuat berdasarkan kasus?
6.      Apa saja faktor budaya yang mempengaruhi terjadinya risiko infeksi ?
C.         TUJUAN
1.      Memahami infeksi.
2.      Mampu membuat asuhan keperawatan.
3.      Mengerti pengaruh budaya terhadap terjadinya risiko infeksi.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi menurut Hegner  (2003) merupakan proses penyaki yang disebabkan oleh organisme infeksius atau produk-produknya. Termasuk didalamnya adalah pneumonia, demam skarlet, dan abses, inflamasi atau radang biasanya merupakan bagian dari proses infeksi.
Diagnosa menurut Hegner  (2003)  sebelum dokter dapat meresepkan pengobatan yang tepat untuk pasien, proses penyakit harus ditentukan, menyimpulkan proses penyakit dikenal sebagai penetapan diagnosa medis. Untuk samapai pada tahap ini, pasien diperiksa, riwayat penyakit terdahulu diambil an dikaji, dan dilakukan berbagai tes laboratorium.
            Infeksi adalah invansi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Nosokomial berasal dari Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokoomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi dirumah sakit (Darmadi, 2008)
Menurut Darmadi (2008), masuknya mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari sekitar penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti:
1.      Penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan;
2.      Petugas pelaksana (dokter, perawat , dan seterusnya);
3.      Peralatan medis yang digunakan;
4.      Tempat (ruangan/ bangsal/ kamar) dimana penderita dirawat;
5.      Tempat/ kamar  dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin;
6.      Makanan dan minuman yang disajikan;
7.      Lingkungan rumah sakit secara umum;
Semua unsur tersebut, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial dirumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh selutuh jajaran manajemen rumah sakit.
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut. Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000).
Jenis Laparotomi menurut Long, Barbara C (1996) antara lain:
1.      Menurut Tekhnik Pembedahan
a.       Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
b.      Paparan bidang pembedahan yang baik
c.       Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
d.      Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
e.       Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
f.       Dipilih pada kasus gawat-darurat
2.      Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
a.       Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b.      Kosmetik lebih baik
c.       Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
a.       Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
b.      Tehnik relatif lebih sulit
c.       Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak
3.      Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
a.       Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
b.      Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
c.       Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
d.      Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
e.       Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
f.       Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
g.      Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen.
h.      Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
i.        Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium

Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll. (Leveno, K. J, 2009)

Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi menurut Leveno, K. J, (2009) yaitu:
1.      Nyeri tekan
2.      Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3.      Kelemahan
4.      Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5.      Konstipasi
6.      Mual dan muntah, anoreksia

Topografi anatomi abdomen menurut Fitzpatrick, JK. (1997) antara lain:
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1.      Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2.      Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
3.      Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
4.      Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
5.      Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
Komplikasi yang terjadi setelah bedah laparatomi menurut Tarwoto & Wartonah (2006), yaitu:
1.      Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2.      Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3.      Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4.      Ventilasi paru tidak adekuat
5.      Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7.      Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
Menurut Nursalam (2008) pada klien post-laparotomi faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perencanaan pulang adalah sebagai berikut :
1.      Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit, terapi dan perawatan yang diperlukan
2.      Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga
3.      Keinginan keluarga dan klien menerima bantuan dan kemampuan mereka memberi asuhan
4.      Bantuan yang diperlukan klien
5.      Pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari, seperti makan, minum, eliminasi, istirahat dan tidur, berpakaian, kebersihan diri, keamanan dari bahaya, komunikasi, keagamaan, rekreasi, serta sekolah
6.      Sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat
7.      Sumber keuangan dan pekerjaan
8.      Fasilitas yang ada di rumah dan harapan klien setelah dirawat
9.      Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah














BAB III
PEMBAHASAN
Kasus :
Proses perawatan pasien
Resiko infeksi dan infeksi
Studi kasus : Anak Doni (Laki – laki , 11 tahun)
Anak Doni, laki-laki, umur (U) 11 tahun, suku jawa, kelas 5 sekolah dasar (SD), putra kedua pasangan suami istri Tn. Amir, 33 tahun, SMA, Swasta dan Ny. Siti, 32 tahun, SD, ibu rumah tangga. Anak di rawat di ruamg bedah anak RS UPN CM sejak 10 Maret 2010 pukul 02.30 WIB. Dengan diagnosa pasca laparatomi eksplorasi akibat apendiksitis perforasi.
Hasil wawancara :
(Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2010, pukul 08.00 WIB)
Keluhan utama :
Anak mengeluh badan terasa hangat dan nyeri pada luka insisi. Nyeri hilang timbul, dan nyeri berkurang dengan dihusap di daerah sekitar luka operasi.
Pola Fungsional Gordon (Hasil wawancara)
1.      Persepsi kesehatan dan pola menegemen kesehatan
Anak selalu berobat kedokter jika sakit, jarang membeli obat sembarangan diwarung.
2.      Pola nutrisi metabolik
Anak mendapatkan clear fuild 5cc/jam. Anak terpadan D 5% 14 tetes permenit.
3.      Pola eliminasi
Anak mengeluh belum flatus dan BAB
4.      Pola istirahat tidur
Anak tidur nyenyak , masih dalam pengaruh anestesi. Anak tidur 10 – 11 jam/hari.
5.      Pola aktivitas dan latihan
Anak terbaring diatas tempat tidur, mobilisasi terbatas diatas tempat tidur, anak merasa nyaman dengan posisi tidur terlentang.
6.      Pola kognitif dan persepsi
Anak merasa bingung dan khawatir jika luka terasa sakit
7.      Pola hubungan dan peran
Anak merupakan anak pertama dari pasangan suami istriTn dan Ny. Amir. Anak merasa jauh dengan teman – teman sekolah
8.      Konsep diri dan persepsi diri
Anak khawatir apabila terdapat bekas luka.
9.      Pola reproduksi
Anak berjenis kelamin laki – laki
10.  Pola pertahanan diri
Anak selalu menanyaka kapan peralatan invasif di lepas
11.  Pola keyakinan dan nilaiapat disembuhkan
Anak meyakini penyakit dapat disembuhkan.


Pemeriksaan fisik :
              Kesadaran : composmentis,anak masih dalam pengaruh anestesi, anak lebih banyak tidur. TB : 134cm, BB: 26kg (BB/U = 26/36 = 72%, kesan gizi kurang), wajah kemerahan, berkeringat, akral teraba hangat, nadi 125 kali permenit, pernafasan 40 kali permenit. Anak terpasang sonde dialirkan produksi hijau 10cc terpasang infus dekstrose 5%. 14 tetes permenit makro, kateter terpasang sejak tanggal 9 Maret 2010 dan poduksi urin 150cc/jam (diuresis 1,15 cc/kgBB/jam), urin jernih kekuningan, anak terpasang selang epidural untuk pemberian oploid intratekal oleh dokter anestesi.
Anak cenderung melindungi daerah luka operasi saat diperiksa , ekspresi wajah meringis. Abdomen datar, agak distensi namun supel, bising usus lemah. Pada bagian abdomen tampak adanya balutan luka pembedahan sepanjang 10 cm, balutan bersih, tidak terdapat rembesan, dan adanya nyeri tekan disekitar luka pembedahan.

            Selama dirawat Denis malas makan, sekali makan hanya habis ¼ porsi. Deni menyatakan dia tidak suka dengan diet dari RS.ia juga menghindari makanan yang amis  (daging, ikan) agar luka cepat sembuh. Anak masih mendapatkan terapi ketorolak 3 x 250 mg, cefotaksim 2 x 750 mg.
Pemeriksaan Laboratorium
            Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Maret 2010, jam 16.47 WIB di IGD menunjukkan kadar Hemoglobin 12,5 gr%, hematokrit 37% angka trombosit 418.000/uL, angka leukosit 20.900/uL, protombrin time 18,9 (1,4 kali), plasma protrombin time 44,8 (1,38 kali), bleeding time 2’00’’, clotting time 12’00’’. Kadar Ureum 29 mg/dl, Kreatin 0,7 mg/dl, GDS 115 mg/dl, pemeriksaan elektrolit menunjukkan Natrium 132 mEq/L, kalium 4,6 mEq/L, gula darah sewaktu 113 mg/L.
Terapi
            Anak mendapatkan terapi ketolarak 3 x 20 mg, Matrinidazol 3 x 250 mg, Cetofaksim 2 x 750 mg. anak tetap dicobakan clear fluid 5 cc/jam (1 sendok makan/jam), apabila perut bertambah distensis maka pemberian dihentikan.
     Pada hari ketiga perawatan, perawat mengkaji kondisi luka. Tampak luka sepanjang 10 cm, dijahit cutgat 10 buah, dehiscence sepannjang 2 cm, tampak kemegarahan, rabaan hangat, terdapat pus hijau kekuningan. Suhu badan 38,50 C, akral hangat, berkeringat, muka kemerahan, nadi 125 kali per menit, respirasi 40 kali per menit.
a.       Faktor Penyebab Infeksi , Mikroorganisme penyebab Infeksi dan Tanda Infeksi
             Faktor penyebab infeksi dari kasus diatas adalah dari alat – alat bedah yang tidak steril pada saat dilakukannya operasi, faktor kebersihan lingkungan , perawat / dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang menularkan mikroorganisme dengan kurangnya kesadaran dalam mencuci tangan , dan kebersihan dari masing – masing personal atau individu.
             Mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya infeksi yaitu bakteri dan virus. Tanda – tanda infeksi yaitu adanya rubor ( kemerahan ) , tumor (pembengkakan) , kalor (panas) dan dolor (nyeri). Dimana dalam kasus terdapat luka dijahit sepanjang 10 cm, dijahit cutgat    10 buah, dehiscence sepanjang 2 cm, tampak kemerahan, rabaan hangat, dan terdapat pus hijau kekuningan.


b.      Faktor Budaya
             Faktor budaya yang terdapat pada kasus diatas bahwa klien menghindari makanan amis seperti daging dan ikan karena klien menganggap jika tidak memakan makanan amis , luka akan cepat sembuh. Sedangkan menurut medis protein (Albumin) akan mempercepat proses penyembuhan luka seperti makanan daging.
c.       Pathways
d.      Asuhan Keperawatan
Analisa data
Problem
Etiologi
Do:
·   Terpasang infus
·   Terpasang kateter
·   Dehiscence 2 cm
·   Adanya kemerahan
·   Pus hijau kekuningan
·   Leukosit 20.900
Ds :
·   Klien mengatakan tidak mengkonsumsi daging dan ikan
·   Klien mengatakan bahwa klien telah melakukan operasi
·   Risiko infeksi
·   Prosedur invasif (terpasang kateter selang epidural)
Do :
·   Pus hijau kekuningan
Ds : -
·   Gangguan kerusakan integritas jaringan
·   Faktor mekanik (terkoyak/ robekan)


Diagnosa keperawatan
NOC
NIC
·   Risiko infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan risiko infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :

Sa
St
-    Monitor faktor risiko dari lingkungan klien
-    Monitor faktor risiko dari personal
-    Kenali perubahan status kesehatan
-    Monitor perubahan status kesehatan
2

2

2

2
4

4

4

4
1.   Membersihkan lingkungan klien setelah dipakai pasien
2.   Mengajarkan klien untuk mencuci tangan
3.   Menginstruksikan pengunjung untuk mencuci tangan
4.   Membatasi pengunjung
5.   Memberikan terapi antibiotik bila perlu
6.   Istirahat dengan cukup
7.   Mengajakan pasien dan keluarga untuk menghindari infeksi
·   Gangguan kerusakan integritas jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan gangguan kerusakan integritas jaringan dapat teratasi, dengan kriteria hasil :

Sa
St
-     Suhu kulit
-     Integritas kulit
-     Tidak ada tanda-tanda infeksi
-     Menunjukan proses penyembuhan
2
3
2

2
4
4
5

4
1.   Menganjurkan klien untuk memakai baju longgar
2.   Mobilisasi pasien
3.   Mengobservasi luka :
   Luka
   Dimensi
   Karakteristik luka
   Kedalaman luka
   Tanda-tanda infeksi luka
4.   Mengjarkan pada keluarga tentang perawatan luka
5.   Memberi tahu tentang teknik perawatan yang steril














BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
                Berdasarkan studi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa anak bernama Doni, laki-laki berumur 11 tahun dirawat di RS UPN CM sejak 10 Maret 2010 dengan diagnosa pasca laparatomi eksplorasi akibat apendiksitis perforasi. Dalam kasus Doni tersebut terdapat faktor infeksi, yakni dari alat – alat bedah yang tidak steril dan kurangnya kesadaran dokter/perawat atau tenaga kesehatan lain dalam mencuci tangan dan menjaga kebersihan. Sedangkan mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya infeksi yaitu bakteri dan virus, dengan tanda-tanda infeksi yang meliputi rubor (kemerahan) , tumor (pembengkakan) , kalor (panas) dan dolor (nyeri). Selain itu, faktor budaya yang terdapat pada kasus diatas adalah anggapan bahwa jika tidak memakan makanan amis maka luka akan cepat sembuh. Dari kasus tersebut dapat diambil dua macam diagnosa sebagai asuhan keperawatan, yaitu risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (terpasang kateter selang epidural) dan diagnosa kedua yaitu gangguan kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (sobekan).






DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika
Fitzpatrick, JK. 1997. Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni M (ed) “The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis, Missouri, Mosby.
Hegner,Barbara. 2003.Asisten Perawatan: suatu pendekatn Proses keperawatan. Jakarta: EGC
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung
Nursalam. 2008.  Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Tarwoto & Wartonah ( 2006 ), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika